Keberadaaan tanaman strawberry alias stoberi di Pancasari diawali dengan inisiatif seorang kepala desa yang bernama I Wayan Widia di tahun 1980-an yang mencoba menanam stroberi di lahannya dengan cara yang masih sederhana yaitu menggunakan kompos dan beralaskan jerami, pada saat itu belum banyak masyarakat yang tahu apa itu strawberry.
Selanjutnya datanglah TVRI meliput tentang kegiatan yang dilakukan oleh I Wayan Widia demikian juga media massa yg lain seperti Bali Post.
Sekitar 3 tahun setelah itu, mulai muncul investor yang ingin mendukung kegiatan pengembangan strawberry di Pancasari, ada yang dari Australia, Belanda, Jepang. Maka semakin berkembanglah pertanian strawberry di desa pancasari dengan adanya konsultan dan pemasaran yang jelas.
Saat ini sekitar 25 tahun berlalu, tanaman stroberi merupakan ikon dari petani desa pancasari dan juga orang pancasari. Kalo ada orang pancasari keluar daerah, ada yang nanya bapak/ibu dari mana, kalo dijawab dari pancasari akan terbyang kesegaran buah strawberry yang bikin orang nelan ludah secara spontan.
Berdasarkan perkiraan saya, saat ini tidak kurang dari 50 hektar lahan pancasari adalah lahan budidaya stroberi, dengan jumlah panen per 2 hari lebih dari 800 Kg buah stroberi segar berkwalitas.
Dengan perpaduan lingkungan pariwisata yang juga sedang berkembang di pancasari, saat ini lahan stroberi juga dijadikan sebagai empat agro wisata oleh petaani, bila ada yang berkunjung ke kebun dan mau petik stroberi sepuasnya akan dikenakan charge sekian rupiah. Hampir setiap petani di pancasari punya lahan yang ada stroberinya, dan ini pasti akan berlangsung seterusnya kecuali ada sesuatu dan lain hal.
Masyarakat kota menjadikan plesiran ke desa pancasari sebagai wisata yang bergengsi karena pulang-pulang bisa bawa stroberi, makanan yg penuh gizi dan identik dengan warna merah = cinta = kasih sayang = gairah.